Untuk : Emak
Teruntuk
Emak ku sayang, anakmu sampaikan maaf jika tak bisa meluapkan perasaan ini
langsung di sujud kakimu, melainkan melalui sepucuk surat ini. Semoga tak
mengurangi rasa hormatku untukmu, Emak.
Emak,
anakmu sedang baik-baik saja di tanah rantau, doakan agar aku bisa pulang
membawa ilmu yang bermanfaat kelak. Agar aku bisa tebarkan manfaat di kaki
pertiwi. Aku harap Emak juga dalam keadaan baik-baik saja, dan masih dapat
tersenyum saat membaca sepucuk surat dariku ini.
Lewat
sepucuk surat ini, aku ingin menyampaikan rasa bersalahku selama ini Mak, dan diiringi
dengan permohonan maaf yang entah apa itu dapat melebur rasa sakit hatimu yang
diperbuat olehku. Dalam agama, disebutkan bahwa ‘Ridha Tuhan selalu beriringan
dengan Ridha orang orang tua’ Sebab itulah aku selalu berharap Ridha darimu,
Mak.
Kemarin,
waktu aku pulang dari kampus, aku lewat di depan sebuah rumah yang ramai
dikunjungi orang. Rupanya si pemilik rumah meninggal dunia. Aku melihat seorang
wanita muda, mungkin seumuran denganku, ia sedang menangis menjerit di samping
keranda yang tertutup kain hijau. Aku coba untuk berhenti sebentar, ternyata
yang sedang meninggal itu adalah Ibunya.
Betapa
teririsnya hatiku, saat aku dengan jelas mendengar tangisan dari wanita
tersebut, sambil berkata.
“Mama ! Jangan tinggalkan Nidia, Nidia
belum sempat minta maaf sama Mama ! Nidia masih banyak salah sama Mama ! Bangun
Ma, bangun Ma !”
Seketika
itu juga, aku teringat denganmu, Mak. Aku dapat merasakan rasa penyesalan yang
terwajah pada wanita itu. Akhirnya aku segera pulang, hatiku mulai merasa tak
enak. Dengan sendirinya pikiranku membayangkan, jika seandainya yang terjadi
dengan wanita itu, juga terjadi pada diriku. Demi Tuhan, aku juga akan
merasakan hal yang sama !
Sesampainya
di tempat kost, aku membanting tasku ke atas kasur, kemudian aku ambil selembar
kertas, dan sebuah pena dari dalamnya. Aku mulai merajut kata untuk mengisi
surat ini untukmu, Mak. Entah kenapa, tanganku tak bisa berhenti bergetar saat
akan menggerakkan penaku. Hatiku bergeming, mengingat akan dosa-dosa yang telah
aku perbuat selama ini kepadamu, Mak.
Aku minta
maaf, Mak ! Sikapku telah menyakitimu, melukaimu, bahkan membuatmu menangis !
Seandainya
Emak ada di sampingku, aku akan bersujud di kakimu dan berkata untukmu :
“Emak,
maafkan aku ! Maafkan setiap tangis yang aku ciptakan di matamu, Mak. Aku
berterimakasih kepadamu Mak, telah dengan ikhlas mengandungku, dan mengorbankan
jiwamu saat melahirkanku. Aku dengar dari Bapak, bahwa ketika engkau
melahirkanku, engaku tidak berdoa untuk keselamatanmu, tapi berdoa untukku.
Terimakasih Emak !
Emak, aku
tak ingin meniupkan benih kepedihan di hatimu lagi, aku tahu kalu itu adalah
dosa besar, maka ampuni aku Emak. Aku sangat ingat betul dengan perjuanganmu
untukku, bahkan engkau sering berbohong padaku hanya untuk memenuhi
keinginanku.
Saat aku
meminta untuk dibelikan sepatu baru, dengan ikhlas engkau menyanggupi, padahal
aku tahu kalau engaku sedang tak memegang uang. Entah darimana engkau dapatkan
uang sebanyak itu, hanya untuk membelikan sepatu untukku. Bagimu, kesenangan
anakmu yang paling utama.
Tetapi,
sepatu yang engkau belikan untukku ternyata tidak sesuai dengan seleraku, aku
membantingnya, dan marah kepadamu karena aku anggap engkau tidak menuruti
keinginanku. Lalu tanpa aku tahu, ternyata engkau menangis melihat sikapku,
engkau menangis bukan karena sakit hati atas tingkahku, melainkan engkau
menangis karena merasa belum bisa menyenangkan hatiku. Sekarang aku tahu, kalau
ternyata aku banyak berbuat salah kepadamu, Emak. Aku menyesal Mak, aku
benar-benar menyesal, dan kini aku sadar kalau ternyata aku telah membalas
kebaikanmu dengan air tuba.”
Sekarang,
aku tidak ingin menjadi orang yang menyesal seumur hidup, karena belum sempat
meminta maaf kepada orang tuanya.
Maafkan
anakmu, Mak. Jika lisan ini sering menghunus tajam ke hatimu. Jika sikapku
sering membuatmu terluka, dan kecewa. Jika egoku sering mengalahkan nasehatmu.
Jika tanganku tak sempat menengadah untuk mendoakanmu. Aku sungguh
menyayangimu, Mak ! Terkadang bibirku kalut untuk mengatakannya saat ada di
depanmu. Tapi jika aku pulang nanti, akan aku cium keningmu, dan akan aku peluk,
lalu aku sampaikan, kalau aku benar-benar takut kehilanganmu. Akan aku doakan
untukmu Mak, semoga Allah masih memberikan umur panjang, dan dapat menyaksikan
kesuksesanku nanti. Amin, Ya Rabbal ‘Alamin.
Sampai
surat ini selesai aku tulis, setitik air mata telah meninggalkan bercak diatas
kertas bisu ini. Semoga aku selalu mendapat Ridhamu, juga Ridha Tuhan Ilahi.
Tiap hari jadi keterusan baca suratnya nih :)
BalasHapusSemoga setia membaca sampai genap 30 Hari :D Makasih :)
Hapus