Untuk: Perempuan
Batu
Surabaya, 3 Februari 2016
Hei, perempuan batu…
Semoga sapaanku
melalui surat ini dapat merubah perasaanmu ke aku, walau hanya sedikit. Atau
jika memang akan tetap sama, mungkin suatu saat nanti perasaanmu akan berubah.
Ya, aku yakin bahwa hati seseorang akan luluh pada waktunya.
Aku rasa aku gak
perlu lagi menanyakan kabarmu, karena sudah pasti jawabanmu ‘selalu baik.’ Ya,
kamu selalu menjawab seperti itu. Aku hanya berharap kamu benar sedang baik.
Seminggu yang lalu
aku bertemu dengan kedua orang tuamu, aku menghampiri, kita ngobrol basa-basi
awalnya, dan akhirnya beliau menceritakan semua tentangmu. Maaf, kalo
sebenarnya kamu gak menginginkan orang lain tahu dengan masalahmu. Dan kamu
nggak perlu menyalahkan kedua orang tuamu, aku rasa orang tuamu menceritakan
hal itu karena beliau ingin yang terbaik untukmu.
Ternyata, nggak ada
yang berubah dari kamu, ya? Bahkan sikap keras kepalamu masih sama seperti
dulu. Mungkin jika saat ini kita sedang berbicara berhadap-hadapan, mungkin
kamu akan memakiku seperti biasanya; “Gak
usah kamu urus hidup orang lain. Urus aja hidup kamu sendiri!”
Din, aku
mencintaimu. Sejak dulu, bahkan sejak awal kamu membenciku aku sudah
mencintaimu. Terdengar aneh memang, bagaimana seseorang bisa mencintai orang
lain yang jelas-jelas membenci dirinya. Tapi, cinta nggak perlu terori apapun,
Din. Cinta akan datang di saat tak terduga dan kepada siapa. Dan cinta selalu
punya keajaiban untuk menyatukan seseorang agar saling mencintai. Kamu tahu,
aku sedang menunggu keajaiban itu datang. Dan kali ini Tuhan telah memberikan
keajaiban-Nya.
Mungkin terdengar
basi buat kamu kalo aku terus-terusan mengatakan hal yang sama tentang
kecintaanku. Jadi, aku biarkan Tuhan akan membawa kemana perasaanku untuk
bertemu denganmu, akhirnya.
Oh, iya, mungkin
kamu bertanya-tanya apa aja yang sudah orang tuamu ceritakan ke aku.
Baik, aku akan
menceritakannya ke kamu, dan aku harap, ini tidak akan menyakitimu. Dari apa
yang orang tuamu ceritakan, aku menjadi tahu bahwa apa yang sering kamu bilang,
“Aku selalu baik” sebenarnya tidak
pada kenyatannya. Kamu tidak sedang baik, kan? Kenapa semua yang kamu katakan
dan kamu tunjukkan ke orang-orang tidak sejujur hatimu?
Ternyata keras
kepalamu lebih parah dari apa yang aku tahu selama ini. Kamu lebih batu dari
yang akau kira. Ya, karena kamu telah bersikap keras kepala pada dirimu
sendiri. Kenapa harus kamu tutupi tentang penyakitmu dan bersikap selalu baik
di hadapan orang-orang? Apa kamu nggak percaya bahwa orang-orang disekitarmu
akan bisa membantumu? Atau kamu berpikir bahwa kamu nggak perlu minta bantuan
orang lain?
Din, banyak orang
yang menyanyangimu dan mereka akan dengan senang hati membantumu jika kamu mau.
Tidak semua masalah bisa kamu selesaikan sendiri. Dunia ini luas kalo kamu mau
membuka mata dan melihat ke segala sisi. Ingat, aku akan selalu ada untukmu!
Din, aku
menghkhawatirkanmu setelah mendengar cerita orang tuamu.
Semoga, setelah ini
dan nanti, kamu akan benar-benar baik. Kali ini Tuhan benar-benar memberikan
keajaiban-Nya untuk mempersatukan aku dan kamu. Sekalipun hanya ginjalku yang
Tuhan persatukan dengan dirimu, setidaknya aku merasa hidup selamanya
bersamamu.
Berbahagialah, Din,
dan Tuhan sangat menyayangimu. Begitupun dengan aku. Doaku: Tuhan memberikan
panjang umur kepadamu, agar bagian aku bisa hidup lebih lama denganmu. Aamiin. Din, biarkan bagian aku hidup
bersama bahagiamu.
Aku: ─Pengurus
Hidupmu
0 komentar:
Posting Komentar