Sungguh, tak ada
seorangpun yang akan mengira akan terjerumus pada cobaan seperti yang aku alami.
Cobaan yang amat berat dilewati. Cobaan yang benar-benar menguji seberapa
pantas kita disebut sebagai seorang muslim yang benar-benar mentaati segala
kaidah Islam. Sungguh, imanku terasa goyah.
Ketika itu, perasaanku benar
bimbang. Sebab aku sedang mengalami cobaan tersebut. Imanku sedang dihadapkan
pada dua pilihan yang memberatkan. Antara memilih dan menolaknya. Memilih
melakukan hal tersebut maka akan mendatangkan kenikmatan surga dunia, tetapi
dosa bagiku. Sedangkan jika menolaknya, belum tentu aku akan mendapatkan surga
akhirat. Sungguh, aku ingin merasakan kenikmatan surga dunia, namun aku juga
tak ingin berdosa.
Jantungku berdetak tak
karuan melihat cobaan itu berada di depan mataku. Jelas. Jelas sekali aku
menyaksikannya. Entah siapa yang menggerakkan, tanganku mulai bermain diatasnya.
Meraba lalu menciumnya. Saat itu aku mulai tak lagi memikirkan dosa. Yang
terbenak adalah kenikmatan dunia yang akan aku rasakan. Benar saja, aku makin
dalam mencium. Aroma khas menyerbak keseluruh tubuhku.
Pikirku, pantas saja
semua orang sangat ingin melakukan perbuatan ini. Pantas saja semua orang
sampai lupa akan dosa saat melakukan perbuatan ini. Ternyata, seperti inilah
rasanya. Baru aku ciumi saja, nikmatnya mulai terbayang dibenak. Namun
tiba-tiba, ada yang menghentakkan dadaku. Seketika itu aku mengucap istighfar sebagai pelebur dosaku. Aku
baru sadar kalau ini sangatlah dosa. Aku segera berhenti mencimnya. Dan aku
kembalikan pada si pemilik.
“Ee…maaf, Pak. Kembaliannya
lebih 500 perak. Ini saya kembalikan.”
“Ealah, maaf, Nak.
Maklum sudah pikun. Jarang-jarang ada anak jujur seperti kamu. Kalau begitu,
bapak tambahkan 500 perak lagi sebagai hadiah kebaikanmu.”
“Maaf, Pak. Tapi…”
“Sudah ambil saja,
jangan ditolak. Nggak baik menolak rezeki.”
“Bukan gitu, Pak. Tapi
ini uangnya 200 perak bukan 500 perak.”
“Ealah, maklum sudah
rabun.”
*****
Pesan dari
kisah ini: kurangilah ambisi terhadap
kehidupan duniawi. Jangan sampai terjerumus kedalam korupsi. Sekalipun uang
yang kamu korupsi hanya 500 perak. Bukankah hal besar dimulai dari hal kecil?
Jangan sampai tergoda dengan penampakan dan aroma uang yang begitu menggiurkan
iman. Memang, hasil korupsimu yang melimpah tersebut akan membuatmu merasakan
kenikmatan surga dunia. Pertanyaannya, seberapa lama kenikmatan itu akan
bertahan? Maka, berbuatlah jujur. Jika uang itu bukan hakmu, maka kembalikan
kepada yang berhak, Insyaallah
rezekimu akan ditambah.
Ingat, ketika sedang
beli-beli dan kembaliannya lebih, segera dikembalikan ke si pemilik. Sekecil
apapun uang haram yang kamu makan, maka selamanya tidak akan mendatangkan berkah.
*Katanya begitu*
Sekian kisah nyata ini,
semoga ada hikmah dibalik keGOBLOGkan kisah
ini.
wih iya banget tuh "kurangilah ambisi terhadap kehidupan duniawi" :D
BalasHapussalam, jevonlevin.com