Untuk: Hujan
Aku menulis surat ini ketika kotaku sedang hujan.
Aku menulis surat ini ketika kotaku sedang hujan.
Surabaya, 24
Februari 2016
Halo, hujan.
Kebetulan, sore ini
kamu kembali turun. Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu. Sebaiknya pertanyaanku
aku kirim melalui surat ini.
#1
“Hujan,
apakah kamu merasa kedinginan?
Aku aja yang berada
di dalam kamar dan berselimut masih merasakan kedinginan saat kamu turun. Kadang
aku kedinginan sampai menggigil. Lalu bagaimana dengan kamu? Apa kamu merasakan
kedinginan sepuluh kali lipat dari apa yang aku rasakan? Atau tidak sama
sekali? Kalau kamu merasa kedinginan, kemarilah, duduk dan kita nikmati
secangkir teh hangat.
#2
“Hujan,
apa alasanmu turun ke bumi?
Kadang kamu turun
sehari dua kali, sehari sekali, bahkan kadang kamu turun seharian tanpa henti. Huh. Asal kamu tahu, kadang aku merasa
jengkel saat kamu turun di saat yang tidak kuharapkan. Tetapi, ketika aku
mengharapkanmu turun, eh kamunya nggak turun-turun. Sebenarnya alasanmu turun
itu apa, sih?
#3
“Hujan,
apa arti petir bagi kamu?
Biasanya, kamu akan turun
setelah ada petir. Padahal kan petir itu menakutkan? Apa kamu nggak takut sama petir? Atau emang
kamu nggak punya rasa takut pada apapun? Aku pernah berpikir kalo kamu dan
petir itu adalah sepasang. Apakah iya? Kalo iya, bagaimana kamu dan petir bisa
bersatu? Bukannya kalian berbeda?
#4
“Hujan,
kenapa saat kamu turun, awan selalu berubah menjadi
warna gelap?
Kata orang-orang,
kamu itu adalah air mata awan yang sedang menangis. Karena setiap kamu turun,
awan selalu menjadi gelap. Apa iya kamu adalah air mata? Berarti selama ini, orang-orang
telah suka pada air mata awan dong?
#5
“Hujan,
sadar nggak kalo banyak orang yang suka padamu?
Ada banyak orang
yang suka bahkan mencintaimu dengan berbagai alasan. Ada yang bilang, kamu
adalah keindahan tanpa sebab akibat. Kamu adalah kejadian yang mengingatkan mereka
pada kisah yang indah. Rintikmu bagai bait doa yang dilantunkan dengan sepi. Kamu
adalah ingatan pada kenangan. Kamu adalah kenyataan yang harus disyukuri. Dan
banyak lagi. Apakah kamu senang mereka mencintaimu demikian? Atau inilah yang
menjadi alasanmu turun ke bumi?─Untuk dicintai?
#6
“Hujan,
apakah kamu mencintai pelangi?
Aku selalu takjub
kepada pelangi. Siapa dia, yang datang setelah kamu pergi? Kenapa kalian tidak
datang bersamaan? Aku ingin melihat kamu dan pelangi dalam waktu yang sama. Siapa
dia, yang tersenyum setelah kamu tiada? Apakah benar, kamu adalah air mata
awan? Dan ketika awan selesai menangis dan kamu berhenti menetes, pelangi akan
datang sebagai penghapus kesedihan, sebagai keindahan? Apakah begitu filosofi
hujan dan pelangi?
“
Hujan, aku ingin
kamu menjawab semua pertanyaanku. Selama ini aku hanya bertanya dalam hati,
mungkin kamu tidak mendengar. Aku kirim surat sebagai gantinya. Surat ini aku
lipat menjadi perahu kertas dan akan aku hanyutkan pada genanganmu. Tetapi,
jangan kau sampaikan surat ini kepada petirmu atau kepada awan mendung. Kamu
hanya boleh memberi tahu surat ini kepada pelangi.
Setiap kali kamu
turun, aku merasa bahagia. Aku pernah menari bersamamu. Apa kamu masih ingat?
Walau aku tidak bisa memelukmu, aku yakin saat itu kamu memelukku. Tapi sayang,
saat itu kamu datang hanya sebentar. Aku belum puas menari denganmu.
Hujan, terimakasih
telah menjadi hujanku. Terimakasih telah sedia menjadi rintik dalam doaku.
Terimakasih telah menjadi teman kerinduanku. Terimakasih telah menjadi ceritaku.
Dan terimakasih telah melumpuhkan ingatanku──tentang
dia yang hadir sebelummu. Walau aku tahu, kamu hanya singgah dan pergi.
Pengirim: ─Haydar
Iskandar
Ya emang sih nulisnya pas lagi ujan bukan lagi gempa tsunami :D
BalasHapus