Kamis, 25 Februari 2016

Rasa yang Menjadi Rahasia



Surabaya, 25 Februari 2016

Hei, kekasih yang terkasih. Masih kah kamu mengijinkan aku untuk memanggilmu kekasih? Sekalipun kamu tidak mengijinkan, aku tidak peduli. Aku masih mencintaimu. Bahkan, aku tidak menyerah mencintaimu sekalipun kamu telah pergi.

Aku akan memberitahumu tentang rasa yang selama ini menjadi rahasia. Jelas, ini tentang rasaku kepadamu. Aku sebut rasa yang menjadi rahasia karena sampai saat ini kamu tidak mengetahuinya. Seandainya kamu mengetahui tentang rasaku, maka kujamin kamu tidak akan meninggalkanku dan rasaku tak lagi rahasia.

Tapi…rasaku benar-benar rahasia. Kamu pergi.

Aku tulis surat ini dengan penuh hati-hati. Aku tidak mau sampai menulis kata yang dapat menyinggung perasaanmu.

Rasaku adalah tentang bagaimana aku mencintaimu setiap detik, merindukanmu setiap detak jantung, dan memikirkanmu setiap desis nadiku. Bahkan hingga kini, saat kamu telah pergi, rasaku menjadi tentang bagaimana aku mencintai dan merindukanmu dengan keegoisanku yang tidak ingin melupakanmu──membiarkanmu bersama orang lain.

Aku menanggung rindu sendiri. Aku menanggung cinta sendiri. Aku benar-benar menjadi orang tunggal.

Aku kira kedatanganmu dulu tidak hanya sekedar menjadi tamu yang akan berlalu. Aku kira hadirmu adalah pembahagiaan yang Tuhan gantungkan dalam hatiku abadi. Tapi dasar teori perkiraan, tidak selalu menjadi kenyataan. Sebab kenyataan yang harus aku terima saat ini adalah kehilanganmu.

Bukan hal yang mudah untuk melupakanmu, setelah sebagian otakku terisi olehmu dan tentangmu. Lebih mudah meninggalkan daripada melupakan. Seandainya kamu meninggalkanku dengan memberitahu cara melupakanmu dengan cepat, mungkin aku tidak akan segila ini.

Setiap malam, aku selalu tenggelam dalam lautan kenangan. Aku meraung menyebut namamu, memanggilmu untuk segera menolongku. Sebab saat aku putuskan untuk mencintaimu dulu, tidak pernah terbesit sedikitpun dalam diriku untuk meninggalkanmu.

“Apa yang membuatmu pergi?”

Jika aku pernah melukaimu, katakanlah. Atau mungkin aku pernah tidak memeperdulikanmu, maka bicaralah. Jangan membungkam lalu tiba-tiba kau putuskan pergi. Kepergianmu yang tanpa alasan itulah yang mebuatku terluka dan masih terluka hingga kini. Luka itu menganga lebar. Mungkin hingga waktu yang tidak bisa dijelaskan.

Sama halnya dengan rasaku dalam mencintaimu; tidak akan berhenti hingga waktu yang tidak bisa kujelaskan, hingga masa yang sulit kuuraikan dan hingga kiamat yang susah untuk ditebak kapan hadirnya.

Kiamat adalah rahasia. Mencintaimu hingga kiamat pun adalah rasaku yang menjadi rahasia. Bahkan hingga kini, alasanmu meninggalkanku pun masih menjadi rahasia…



Pengirim: Haydar Iskandar


Jadilah pembaca setia saya, siapa tahu jodoh!

1 komentar: