Surabaya, 22
Februari 2016
Surat ini aku tulis
saat aku tengah terbangun dari tidurku. 01.24 WIB tepatnya. Aku seperti sedang
bermimpi setengah sadar. Kunyalakan laptop lalu kutulis surat ini. Berniat
mengirimkan ke alamat emailmu.
Masih ingat aku?
Kalau kamu sudah lupa, akan aku ingatkan.
Aku adalah orang
yang selama dua tahun ini hidup tanpa tujuan. Namun sebelumnya, aku telah hidup
sia-sia selama satu tahun. Dan untuk hidupku selanjutnya, aku pun tidak tahu. Apakah
masih tanpa tujuan atau kembali sia-sia. Entah.
Kalau kamu masih
belum mengenaliku, maka akan aku perjelas.
Aku mulai dari
hidupku yang tanpa tujuan. Dua tahun lamanya. Aku hidup seperti ranting pohon
yang tertiup angin. Angin bertiup ke timur, aku ikut ke timur. Saat angin
bertiup ke barat, aku pun ikut ke barat. Benar-benar tanpa tujuan. Hal ini
terjadi dalam kehidupanku saat seseorang telah menancapkan sembilu di hatiku.
Dia menancapkannya, lalu pergi tanpa mencabut sembilu itu.
Setelah kejadian itu,
hidupku tanpa tujuan. Hidupku hanya makan saat lapar, tidur ketika mengantuk
dan berdiam ketika tidak lapar dan tidak mengantuk. Dua tahun lamanya.
Namun sebelum itu,
hidupku seperti sia-sia selama satu tahun. Ya, aku telah sia-sia mencintai
seseorang yang pada akhirnya menjadi alasan bagiku untuk hidup tanpa tujuan
selama dua tahun ini. Setahun aku bersama dia dengan cinta yang begitu besar, tapi
dia pergi untuk mencintai orang lain.
Apakah kamu sudah
ingat sekarang?
Sosok aku dalam
ceritaku barusan adalah aku, dan tokoh dia tersebut adalah kamu. Sekarang sudah
ingat? Aku berharap kamu belum amnesia tentang sikapmu terhadapku dulu.
Kenapa dulu kamu
datang membawa janji yang pada akhinrya kau jual menjadi janji basi? Kau bilang
mencintaku, menyayangiku dan setia padaku. Namun kenyataannya?
Kamu datang, lalu
giring aku untuk sampai di ambang hatimu.
Tetapi kenapa ucapanmu tak semanis dulu? Apakah manis itu hanya polesan
bibir?
Lewat surat yang
belum tentu kamu baca ini, aku ingin mengatakan kalau aku membencintai-mu. Sungguh
aku masih sangat mencintaimu, sekaligus aku membencimu karena telah mengingkari
janjimu sendiri. Kamu berjanji dengan sadarmu, bukan paksaanku.
Kali ini aku tidak
akan mengemis di depan pintu hatimu, mengetuknya lalu menunggumu membuka pintu.
Tidak. Aku tidak ingin hidupku kembali sia-sia. Sekarang tujuan hidupku adalah
mencari tujuanku hari ini. Kemudian besok aku akan bertanya seperti itu,
begitulah seterusnya.
“Ke mana hari ini?”
Terimakasih telah memberiku
ijin untuk mencintai dan melupakanmu. Terimakasih atas waktu yang berjalan
sia-sia dan atas waktu yang jalan di tempat, tanpa tujuan.
Pengirim: ─Haydar
Iskandar
0 komentar:
Posting Komentar